Nabi Ibrahim Alaihissalam adalah seorang hamba Allah yang sangat taat dan penuh keimanan. Pada suatu malam, beliau mendapatkan mimpi dari Allah Subhanahu Wata’ala yang memerintahkannya untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail Alaihissalam. Karena mimpi para nabi adalah wahyu, Nabi Ibrahim tidak mengabaikannya. Meskipun perintah itu sangat berat, beliau yakin bahwa Allah memiliki tujuan yang besar di balik setiap perintah-Nya.
Dengan hati yang teguh, Nabi Ibrahim menyampaikan perintah Allah tersebut kepada putranya, Nabi Ismail. Tanggapan Nabi Ismail sungguh luar biasa. Dengan penuh keimanan dan keikhlasan, ia berkata bahwa dirinya siap menjalankan perintah Allah dan meminta agar ayahnya tidak ragu dalam melaksanakannya. Kesabaran dan kepatuhan Nabi Ismail menunjukkan betapa dalam keimanan yang telah tertanam sejak dini dalam dirinya.
Ketika hari pelaksanaan tiba, Nabi Ibrahim membawa Ismail ke tempat penyembelihan. Dengan ikhlas, beliau mengikat anaknya dan siap menjalankan perintah Allah. Namun, saat hendak menyembelih, Allah Subhanahu Wata’ala menggantikan Nabi Ismail dengan seekor domba yang besar. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak menginginkan darah atau daging, tetapi keikhlasan dan ketaatan hamba-Nya.
Peristiwa ini menjadi ujian keimanan yang luar biasa bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, dan keduanya lulus dengan sempurna. Mereka membuktikan bahwa cinta dan ketaatan kepada Allah harus lebih besar daripada cinta terhadap apa pun, bahkan kepada anak sendiri. Karena ketaatan dan ketulusan mereka, Allah mengabadikan kisah ini dalam Al-Qur’an dan menjadikannya teladan sepanjang zaman.
Sejak saat itu, umat Islam diperintahkan untuk melaksanakan ibadah qurban setiap Idul Adha sebagai simbol ketakwaan dan pengorbanan. Ibadah qurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi juga tentang menghidupkan nilai keikhlasan, kepatuhan, dan berbagi kepada sesama. Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mengajarkan bahwa ketakwaan sejati adalah tunduk sepenuhnya kepada perintah Allah dengan penuh cinta dan kepercayaan.